DOA DAN SYUKUR
Alhamdulillah, puji syukur pada Allah pemberi berbagai macam nikmat.
Shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan pada Nabi kita Muhammad, keluarga dan
sahabatnya.
Doa merupakan pintu
(kebaikan) yang sangat agung. Apabila pintu ini telah dibukakan untuk seorang
hamba maka berbagai kebaikan pasti akan dia dapatkan dan keberkahan akan
tercurah kepadanya. Barangsiapa yang ingin memiliki kemuliaan akhlak dan
terbebas dari akhlak yang jelek hendaknya dia mengembalikan urusannya kepada
Rabbnya. Hendaknya dia ‘menengadahkan telapak tangannya’ dengan penuh
ketundukan dan perendahan diri kepada-Nya agar Allah melimpahkan kepadanya
akhlak yang mulia dan menyingkirkan akhlak-akhlak yang buruk darinya. Oleh
karena itulah Nabi ‘alaihish shalatu was salam adalah orang yang
sangat banyak memohon kepada Rabbnya untuk mengaruniakan kepada beliau
kemuliaan akhlak. Beliau biasa memanjatkan permohonan di dalam doa istiftah, “Ya
Allah tunjukkanlah aku kepada akhlak mulia. Tidak ada yang bisa menunjukkan
kepada kemuliaan itu kecuali Engkau. Dan singkirkanlah akhlak yang jelek dari
diriku. Tidak ada yang bisa menyingkirkan kejelekan akhlak itu kecuali Engkau.”
(HR. Muslim: 771). Salah satu doa yang beliau ucapkan juga, “Ya Allah,
jauhkanlah dari diriku kemungkaran dalam akhlak, hawa nafsu, amal, dan
penyakit.” (HR. Al Hakim [1/532] dan disahihkan olehnya serta disepakati
Adz Dzahabi). Beliau juga berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
sikap lemah, kemalasan, sifat pengecut, pikun, sifat pelit. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian.” (HR.
Bukhari [7/159] dan Muslim [2706]).
Setiap saat kita telah mendapatkan nikmat yang banyak
dari Allah, namun kadang ini terus merasa kurang, merasa sedikit nikmat yang
Allah beri. Allah beri kesehatan yang jika dibayar amatlah mahal. Allah beri
umur panjang, yang kalau dibeli dengan seluruh harta kita pun tak akan sanggup
membayarnya. Namun demikianlah diri ini hanya menggap harta saja sebagai
nikmat, harta saja yang dianggap sebagai rizki. Padahal kesehatan, umur
panjang, lebih dari itu adalah keimanan, semua adalah nikmat dari Allah yang luar
biasa.
Syukuri
yang Sedikit
Dari An
Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ
يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang
siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri
sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no.
667). Hadits ini benar sekali. Bagaimana mungkin seseorang dapat mensyukuri
rizki yang banyak, rizki yang sedikit dan tetap terus Allah beri sulit untuk
disyukuri? Bagaimana mau disyukuri? Sadar akan nikmat tersebut saja mungkin
tidak terbetik dalam hati.
Kita
Selalu Lalai dari 3 Nikmat
Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan bahwa nikmat itu ada 3 macam.
Pertama,
adalah nikmat yang nampak di mata hamba.
Kedua,
adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya.
Ketiga, adalah
nikmat yang tidak dirasakan.
Ibnul Qoyyim menceritakan bahwa ada seorang Arab
menemui Amirul Mukminin Ar Rosyid. Orang itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin.
Semoga Allah senantiasa memberikanmu nikmat dan mengokohkanmu untuk
mensyukurinya. Semoga Allah juga memberikan nikmat yang engkau harap-harap
dengan engkau berprasangka baik pada-Nya dan kontinu dalam melakukan ketaatan
pada-Nya. Semoga Allah juga menampakkan nikmat yang ada padamu namun tidak
engkau rasakan, semoga juga engkau mensyukurinya.” Ar Rosyid terkagum-kagum
dengan ucapan orang ini. Lantas beliau berkata, “Sungguh bagus pembagian nikmat
menurutmu tadi.” (Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, terbitan, Darul ‘Aqidah, hal.
165-166).
Itulah nikmat yang sering kita lupakan. Kita mungkin
hanya tahu berbagai nikmat yang ada di hadapan kita, semisal rumah yang mewah,
motor yang bagus, gaji yang wah, dsb. Begitu juga kita senantiasa mengharapkan
nikmat lainnya semacam berharap agar tetap istiqomah dalam agama ini, bahagia
di masa mendatang, hidup berkecukupan nantinya, dsb. Namun, ada pula nikmat
yang mungkin tidak kita rasakan, padahal itu juga nikmat.
Kesehatan
Juga Nikmat
Bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah uang,
makanan dan harta mewah. Padahal kondisi sehat yang Allah beri dan waktu luang
pun nikmat. Bahkan untuk sehat jika kita bayar butuh biaya yang teramat mahal.
Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan.
Dua nikmat ini seringkali dilalaikan oleh manusia
–termasuk pula hamba yang faqir ini-. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا
كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua
kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”.
(HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan,
”Seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat.
Barangsiapa yang memiliki dua nikmat ini (yaitu waktu senggang dan nikmat
sehat), hendaklah ia bersemangat, jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan
syukur pada Allah atas nikmat yang diberikan. Bersyukur adalah dengan
melaksanakan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan Allah. Barangsiapa
yang luput dari syukur semacam ini, maka dialah yang tertipu.” (Dinukil
dari Fathul Bari, 11/230)
Rizki
Tidak Hanya Identik dengan Uang
Andai kita dan seluruh manusia bersatu padu membuat
daftar nikmat Allah, niscaya kita akan mendapati kesulitan. Allah Ta’ala
berfirman,
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا
سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ
لَظَلُومٌ كَفَّارٌ( (إبراهيم
“Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala
apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan
banyak mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).
Bila semua yang ada pada kita, baik yang kita sadari
atau tidak, adalah rizki Allah tentu semuanya harus kita syukuri. Namun
bagaimana mungkin kita dapat mensyukurinya bila ternyata mengakuinya sebagai
nikmat atau rejeki saja tidak?
Saudaraku! kita pasti telah membaca dan memahami bahwa
kunci utama langgengnya kenikmatan pada diri anda ialah sikap syukur nikmat.
Dalam ayat suci Al Qur’an yang barangkali kita pernah mendengarnya disebutkan,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن
شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7). Alih-alih mensyukuri nikmat,
menyadarinya saja tidak. Bahkan dalam banyak kesempatan bukan hanya tidak
menyadarinya, akan tetapi malah mengingkari dan mencelanya. Betapa sering kita
mencela angin, panas matahari, hujan dan berbagai nikmat Allah lainnya?
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Al Fudhail bin
‘Iyadh mengisahkan: “Pada suatu hari Nabi Dawud ‘alaihissalam berdoa kepada
Allah: Ya Allah, bagaimana mungkin aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, bila
ternyata sikap syukur itu juga merupakan kenikmatan dari-Mu? Allah menjawab doa
Nabi Dawud ‘alaihissalam dengan berfirman: “Sekarang engkau benar-benar telah
mensyukuri nikmat-Mu, yaitu ketika engkau telah menyadari bahwa segala nikmat
adalah milikku.” (Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir)
Imam As Syafii berkata, “Segala puji hanya milik Allah
yang satu saja dari nikmat-Nya tidak dapat disyukuri kecuali dengan menggunakan
nikmat baru dari-Nya. Dengan demikian nikmat baru tersebutpun harus disyukuri
kembali, dan demikianlah seterusnya.” (Ar Risalah oleh Imam As Syafii 2)
Wajar bila Allah Ta’ala menjuluki manusia dengan
sebutan “sangat lalim dan banyak mengingkari nikmat, sebagaimana disebutkan
pada ayat di atas dan juga pada ayat berikut,
وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ
يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ إِنَّ الْإِنسَانَ لَكَفُورٌ
“Dan Dialah Allah yang telah menghidupkanmu,
kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (lagi), sesungguhnya manusia itu,
benar-benar sering mengingkari nikmat.” (QS. Al Hajj: 66)
Artinya di sini, rizki Allah amatlah banyak dan tidak
selamanya identik dengan uang. Hujan itu pun rizki, anak pun rizki dan
kesehatan pun rizki dari Allah.
Surga
dan Neraka pun Rizki yang Kita Minta
Sebagian kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar
pada harta dan makanan. Setiap meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran
seperti itu. Perlu kita ketahui bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan
pada hamba-Nya adalah surga (jannah). Inilah yang Allah janjikan pada
hamba-hamba-Nya yang sholeh. Surga adalah nikmat dan rizki yang tidak pernah
disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah
tergambarkan dalam benak pikiran. Setiap rizki yang Allah sebutkan bagi
hamba-hamba-Nya, maka umumnya yang dimaksudkan adalah surga itu sendiri. Hal
ini sebagaimana maksud dari firman Allah Ta’ala,
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Supaya Allah memberi Balasan kepada orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. mereka itu adalah orang-orang
yang baginya ampunan dan rezki yang mulia.” (QS. Saba’: 4)
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَيَعْمَلْ
صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا
“Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan
mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam
surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.”
(QS. Ath Tholaq: 11)
Teruslah bersyukur atas nikmat dan rizki yang Allah
beri, apa pun itu meskipun sedikit. Yang namanya bersyukur adalah dengan
meninggalkan maksiat dan selalu taat pada Allah. Abu Hazim mengatakan, “Setiap
nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah
musibah.” Mukhollad bin Al Husain mengatakan, “Syukur adalah dengan
meninggalkan maksiat.” (‘Iddatush Shobirin, hal. 49, Mawqi’ Al Waroq)
Wallahu waliyyut taufiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar