Rabu, 09 Januari 2013

OUTSOURCING

Analisis Buruh  Outsourcing
Oleh : Heru Wiranto
NIM : 121312059

A.    Latar Belakang Outsourcing

Dasar diberlakukan Outsourcing adalah  UU Nomor 13 tahun 2003, yang dikeluarkan semasa presiden Indonesia, Megawati Soekarno Putri, sebenarnya maksud tujuan UU Nomor 13 tahun 2003 terutama pasal tentang Outsourcing bertujuan  untuk mengembangkan perusahaan di Indonesia, memproteksi terjadinya monopoli pada satu perusahaan. Namun, sejak diberlakukan 2003 lalu sampai hari ini apa yang diinginkan dari latar belakang dicantumkannya pasal-pasal Outsourcing dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan itu tidak menjadi kenyataan sebab makna Outsourcing yang sesungguhnya tidak dilaksanakan. UU, peraturan yang cukup bagus tidak akan otomatis melahirkan kondisi yang bagus apabila implementasi dari UU, Peraturan itu tidak berjalan. Dalam hal ini yang salah bukan UU, Peraturannya akan tetapi pelaksana dari UU, Peraturan itu sendiri. Kementerian tenaga kerja harus bertanggung jawab semua pesmasalahan Outsourcing ini.

Banyak perusahaan-perusahaan memanfaatkan kelemahan kementerian tenaga kerja dalam pelaksanaan UU nomor 13 tahun 2003 ini. Globalisasi dan persaingan usaha yang ketat menuntut perusahaan untuk meningkatkan kinerja melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin, namun memberi kontribusi maksimal. Akibatnya, upaya perusahaan terfokus pada penanganan pekerjaan yang menjadi bisnis inti atau core business. Sementara pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan inilah yang disebut outsourcing. Banyak buruh sebagai tenaga kontrak, yang direkrut melalui perusahaan pengerah tenaga kerja (outsourced) yang banyak muncul di pusat-pusat industri. Ini terjadi karena bisnis ini sangat menguntungkan bagi perusahaan penyedia buruh kontrak.

Harus diakui pasal Outsourcing (alih daya) dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sangat lemah, tidak kuat dan bias sehingga mudah disalahgunakan serta tujuan dari Outsourcing yang ingin mengembangkan perusahaan di Indonesia, memproteksi monopoli perusahaan di Indonesia tidak tercapai. Sebaliknya membuka peluang untuk kong kali kong antara perusahaan dengan Dinas Tenaga kerja sebagai pengawas, pengawal dari UU Ketenagakerjaan itu.

B.    Solusi Outsourcing

Sebenarnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal Outsourcing dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebab bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan nilai-nilai Pancasila. Seharusnya apabila tujuan latar belakang, asal usul tidak tercapai maka sejak awal Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan merevisi, menghapus pasal-pasal Outsourcing.  Walaupum MK telah membatalkan pasal Outsoucing dan buruh seringkali demo besar-besaran, tetapi Kementerian Tenaga kerja masih belum mampu atau belum berani untuk melaksanakan Keputusan MK tersebut.

Dahulu UU Ketenagakerjaan tidak ada pasal-pasal Outsourcing, perusahaan di Indonesia juga berkembang. Di era Presiden Suharto, para investor sangat antusias menanamkan modal di Indonesia, kestabilan politik, hukum dan keamanan menjadi kunci untuk menarik para investor untuk menanamkan dan mengembangkan perusahan mereka tanpa mengorbankan buruh.
 Dari fakta-fakta yang ada, analisis objektif dari kondisi yang ada ternyata pasal-pasal Outsourcing dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan itu lebih banyak ruginya ada dua kerugian yang sangat berpengaruh pada perkembangan perekonomian Indonesia, kerugian-kerugian tersebut adalah :
  1. Tujuan dari latar belakang, asal usul diciptakannya Outsourcing tidak tercapai. Perusahaan yang muncul di Indonesia adalah perusahaan yang tanpa produksi, hanya jumlah perusahaan yang bertambah akan tetapi produksi tidak bertambah. Seharusnya jika jumlah perusahaan bertambah maka produksi bertambah. Hal ini adalah logika dasar dan bila produksi tidak bertambah maka tidak akan mendatangkan keuntungan buat masyarakat, rakyat dan Negara.
  2. Kedua, Outsourcing melahirkan masalah dalam ketenagakerjaan, isu perburuhan sangat sensitif dengan perkembangan ekonomi dalam negeri dan luar negeri sebab dalam era globalisasi ekonomi sekarang ini tidak ada yang bisa berdiri sendiri maka isu perburuhan menjadi isu global dan sistemik.
              Dua kerugian besar ini akan berdampak luas kepada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Untuk itu solusi yang terbaik hapuskan saja pasal-pasal Outsourcing dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasti tidak ada masalah baik pada pekerja/buruh terutama kepada perusahaan, sebab tenaga kerja/pekerja/buruh pada satu perusahaan bukan objek, akan tetapi subjek. Tetapi pertanyaan yang terbesar adalah beranikah Kementerian Ketenagakerjaan dan tentu dengan persetujuan Presiden SBY melakukannya.

C.    Penutup

Pemerintah dalam hal ini Menteri Tenaga kerja jika belum berani mencabut atau merivisi UU No. 13 tahun 2003, seharusnya memperketat pengawasan ketenaga kerjaan di perusahaan-perusahaan dalam pelaksananaan outsourcing, dalam UU tersebut dijelaskan bahwa Tenaga Outsourcing hanya diperuntukan untuk tenaga cleaning service dan security, bukan untuk kegiatan – kegiatan vital perusahaan, tetapi kenyataan perusahaan – perusahaan masih melanggar UU tersebut. Seharusnya Kementerian Ketenagakerjaan mematuhi Putusan MK .

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar beragumen, sebenarnya pemerintah telah membentuk Komite Pengawas Ketenaga Kerjaan, tetapi dikarenakan kualitas dan kuantitas pengawas kurang, sehingga tingkat pengawasan ketengakerjaan di perusahaan-perusahaan kurang optimal. Penambahan kualitas dan kuantitas Pengawas mungkin kedepan bisa menyellesaikan masalah outsourcing ini. Dan jalan terakhir dari pemerintah adalah penyempurnaan Undang-Undang Ketengakerjaan, sehingga kedepan persoalan outsourcing dapat ditekan dan secara perlahan-lahan dapat dihapuskan dari Indonesia.

Dalam teori ekonomi modal dan tenaga kerja sama–sama merupakan alat ekonomi dimana keduanya saling bekerja saja dalam kegiatan ekonomis dalam menghasilkan baik barang maupun jasa. Maka artinya secara makro baik modal dan tenaga kerja sebagai faktor utama merupakan besaran memiliki pengaruh yang signifikan dalam perekonomian suatu negara. Besaran investasi kerap dijadikan ukuran economical performance suatu negara demikian pula halnya dengan tingkat penyerapan tenaga kerja pada sektor formal, selain itu baik besaran tingkat investasi maupun penyerakan tenaga kerja sama-sama memiliki aspek publik yang apabila terjadi ketidakseimbangan dampaknya akan merembet hingga ke ranah publik dan akhirnya menjadi permasalahan sosial. Oleh karena kedua hal tersebut merupakan bagian penting dalam perekonomian suatu negara, keduanya harus diregulasi negara sehingga sinergi keduanya dapat terkelola dengan baik. Dengan alasan tersebut maka jelaslah bahwa sistem outsorcing harus dihapuskan, karena sangat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada kestabilan ekonomi Negara.



Daftar Pustaka :
-    Ekonomikabisnis.com
-    http://blog.unsri.ac.id
-    bebas.vlsm.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar