Tampilkan postingan dengan label SOSIAL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SOSIAL. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Februari 2013

Awas Reiki



Beberapa orang praktisi Ruqyah Syar'iyyah menemui MUI DKI Senin (28/1/2013) di Jakarta Islamic Center. Beberapa dari  peruqyah tersebut adalah mantan praktisi Reiki dan Olah Spiritual sejenisnya. Perdana Akhmad (33 Tahun), praktisi dan pengajar Ruqyah Syariyyah adalah salah satunya. "Saya sejak 1999 aktif di reiki dari beberapa pelatihan reiki seperti : reiki tummo level 1 dan level 2, serta neo zen reiki , aktif di milis reiki, dan pada waktu itu adalah Grand Master Reiki yang sudah bangkit kekuatan Kundalininya dan bisa melakukan attunement untuk peserta baru". Perdana Akhmad mulai sadar dan tobat serta keluar dari dunia Reiki dan tenaga dalam ini. Dan sejak itu aktif menulis tentang bahaya kesesatan Reiki, aktif di dunia ruqyah syariyyah serta mengadakan pelatihan Ruqyah Syariyyah.
Rombongan diterima oleh Bapak K.H Syamsul Maarif dan K.H.Ibrahim dari MUI DKI. Dalam acara itu,  dibahaslah asal usul Reiki.  "Reiki adalah sebuah aliran olah energy, ditemukan oleh orang jepang Dr. Mikao Usui. Ketika Dr.Mikao Usui bermeditasi selama 21 hari digunung Kurama ia tiba-tiba melihat banyak suatu bentuk cahaya yang mengitari dan masuk kedalam tubuhnya namun ia tidak mengatahui cahaya apa itu,namun ketika ia sakit perut karena telah berpuasa selama 21 hari ia memegang tangannya maka tiba-tiba tangannya panas dan merasakan ada yang mengalir dan sakit perutnya mereda juga pada saat ia berjalan dan kesandung batu hingga kakinya berdarah maka ia memegang kakinya dan penyembuhan terjadi," terang Akhmad.
Saat ini banyak sekali aliran-aliran reiki dan olah spiritual, olah energy sejenisnya. Dalam satu aliran Reiki saja, ada yang mengklaim punya peserta puluhan ribu. Dan banyak dari peserta itu adalah Umat Islam. Padahal bila ditinjau dari sisi akidah, banyak prinsip ilmu Reiki yang bertentangan dengan akidah islam.  "Misalnya sebelum transfer energy, para praktisi menggambar sebuah simbol dan mengucapkan mantra, yang ternyata merujuk ke seorang dewa dalam keyakinan agama/ sebuah aliran kepercayaan di Tibet." ungkap Perdana Ahmad. "Saat ini banyak orang stress.. dan mereka mencari ketenangan.. kadangkala ketemu hal yang seperti ini dan akhirnya merasa telah menemukan ketenangan. Lama-lama mereka meyakini ini sebagai sebuah kebenaran," respon K.H.Syamsul Maarif.
Nuruddin (21 Tahun), praktisi ruqyah syariyyah dan penulis buku tentang Tauhid menambahkan bahwa kunjungan tersebut berawal dari diskusi ketat di jejaring media sosial. "Sebenarnya kedatangan kami karena sebelumnya ada diskusi di facebook  tentang campur tangan jin dalam ilmu Reiki ini, yang akhirnya berujung debat." Tim Ruqyah Syariyyah melaporkan bahwa setelah diruqyah, banyak praktisi Reiki yang muntah-muntah dan mengamuk, bahkan kesurupan, mengindikasikan adanya Jin di tubuh mereka. Belum lagi kalau kita mencermati asal usul ilmu ini yang bukan dari agama Islam. "Bukan hanya Reiki, tapi juga ada beberapa olah spiritual lainnya seperti Prana, tenaga dalam, yang sejenis, bereaksi ketika diruqyah," ujar Adam Amrullah (35 Tahun) seorang praktisi ruqyah menambahkan.
"Pihak Reiki menantang untuk membuktikan bahwa Reiki benar menggunakan Jin dalam keilmuannya". Karena resah kalau hal ini bisa terus merusak akidah umat islam, akhirnya daripada debat kusir di facebook, Tim Ruqyah Syariyyah datang untuk minta pandangan  dan fatwa MUI. Tim Ruqyah datang dengan membawa bukti-bukti seperti  buku-buku reiki, artikel lokakarya, dan video testimoni para mantan praktisi Reiki," terang Akhmad lagi dalam rilis persnya kepada arrahmah.com. Sayangnya, tidak ada satupun perwakilan dari kubu Reiki, karena beberapa waktu sebelumnya secara sepihak membatalkan kesepakatan untuk menemui MUI hari itu.
K.H.Ibrahim dari MUI mengatakan "sebenarnya sudah jelas, dari istilah-istilahnya aja bukan dari ajaran islam." K.H.Syamsul Maarif menyarankan untuk menulis surat pengaduan ke MUI Pusat, dikarenakan ternyata Reiki ini sudah menyebar sampai ke banyak daerah. "Akan lebih tepat bila diadukan ke MUI Pusat karena isu ini sudah menjadi isu Nasional," ujar sekertaris MUI DKI ini Pada kesempatan itu juga, Perdana Akhmad menyerahkan bukti-bukti buku Reiki untuk menjadi bahan acuan dalam penetapan fatwa nantinya. Tim Ruqyah Syariyyah akan segera melayangkan surat pengaduan ke MUI Pusat untuk memberikan presentasi, bukti pendukung dan selanjutnya meminta Fatwa resmi.

Rabu, 30 Januari 2013

Kenapa Raffi Ahmad senang janda


Umur memang bukan kendala bagi seorang pria untuk menjalin hubungan dengan wanita pujaannya. Terbukti, banyak pria muda mendekati wanita berumur berstatus janda.

Menurut konsultan dan Matchmaker, Kimberly Seltzer, pria punya pengalaman berbeda terkait hubungan dengan wanita. Ada yang sudah bercerai, ada yang belum pernah menikah, cara mereka membangun hubungan pun bergantung pada orientasinya.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Raffi Ahmad dan pedangdut Nassar KDI. Mereka lebih senang dan sukses menjalin hubungan dengan wanita berumur atau janda. Apa alasannya..
Dilansir dari berbagai sumber, ini ulasannya.

Banyak pengalaman

Wanita dewasa lebih banyak pengalaman sehingga cenderung bijak dalam mengambil keputusan. Selain itu mereka juga menghindari hal-hal bodoh yang dapat disesali kemudian hari.

Tak banyak tuntutan

Perempuan berumur cenderung tak banyak menuntut seperti kebanyakan wanita lajang. Sehingga pria lajang tidak terlalu menyembunyikan kekurangannya yang mungkin tak disukai kebanyakan wanita.

Pandai merawat diri

Di usia tertentu, wanita cenderung sudah meninggalkan kebiasaan buruknya. Mereka sudah beralih pada kehidupan yang lebih sehat. Meskipun kecantikannya tak seperti dulu, namun mereka berusaha menjaganya dengan makanan sehat dan berolahraga secara teratur. Hal inilah yang membuat pria menjadi lebih tertarik.

Akan lebih bisa menjaga hubungan

Perempuan berumur berstatus janda biasanya akan belajar menjadi lebih baik dan berusaha menjaga hubungan agar tidak gagal untuk kedua kalinya, jika pria tersebut benar-benar ingin menikahinya. Sehingga pria akan berpikir bahwa wanita yang dipilih hanya fokus pada masa depan dan keluarga. [mor]

Selasa, 29 Januari 2013

Syukuri, siapapun jodoh kita




Apakah ada di belahan bumi ini, seorang manusia yang dapat mengenal manusia lain 100% ? jawabannya pastilah tidak ada. Mungkin karena itulah ada pengkiasan yang mengatakan "dalamnya  laut bisa diukur, dalamnya hati  siapa tahu". Maka seperti itu jugalah gambaran jodoh kita saat ini. Seseorang yang asing, dari lokasi antah berantah yang dipertemukan dengan kita, menjadi teman satu rumah kita, serta selalu bersama menghabiskan waktu. Tak jarang  hal itu menyisakan berbagai kesan di hati. Kesan itu bernama kebahagiaan, kesyukuran, bahkan tak jarang sebuah penyesalan. Jodoh memang seharusnya bisa berarti kado terindah. tapi bagaimana kita menyikapinya jika ternyata jodoh kita tersebut menjadi musibah termanis yang akan menjadi bagian seumur hidup dari hidup kita?

Hal yang pertama yang harus dilakukan adalah menerima. Memang tidak mudah, apalagi jika ternyata jodoh itu menjadi bagian dari takdir untuk menguji kita. Namun jika kita memutuskan untuk menerima terlebih dahulu, apapun dan bagaimanapun itu, paling tidak langkah selanjutnya insha Allah akan mudah untuk dilakukan. Di dunia ini tidak banyak manusia yang berhati luas untuk sekedar menerima untuk mengatasi masalahnya sendiri. Maka jadilah luar biasa dengan menjadi salah satu manusia ajaib itu, yang cukup handal untuk meluaskan hati dan membuka pikiran untuk berpikir jernih. Toh, jika masalah itu selesai atau menjadi mudah untuk diatasi, bukankah itu juga akan memperingan diri kita sendiri?.

Setelah belajar menerima, milikilah pola pikir, bahwa tidak ada sesuatu yang bisa berubah hanya dalam hitungan detik, menit atau hari. Apalagi menyangkut tentang watak, dan kebiasaan seseorang. Maka hal mutlak yang harus kita lakukan berikutnya adalah bersabar dalam mengubah atau memperbaiki kekurangan pasangan kita. Seperti halnya kita yang asing dan memiliki sifat dan latar belakang yang asing pula, seperti itu jugalah pasangan kita menilai diri kita. Jika kesabaran untuk menerima itu hilang, akan susah bagi kita untuk memperbaiki keadaan yang ada.

Selanjutnya, lakukanlah action nyata untuk sebuah perbaikan. Komunikasi yang cerdas dan pemahaman yang mendalam tentang bagaimanapun kondisi pasangan kita, bisa jadi salah satu sikap yang harus kita lakukan. Kebanyakan konflik rumah tangga berasal dari tidak sehatnya komunikasi antara kedua belah pihak. Banyak suami istri yang menganggap bahwa pasangan mereka bisa membaca pikirannya dan sudah seharusnya tahu tentang bagaimana keinginan yang lain. Namun disinilah justru letak kesalahannya. Bukankah kita semua adalah manusia biasa yang tidak bisa membaca pikiran orang lain dan masih sama-sama belajar untuk mengerti tentang bagaimana selera pasangan kita?. Selain itu, belajar untuk peka terhadap apapun keadaan pasangan kita, juga harus kita lakukan. Paling tidak hal ini akan membuka jalan bagi kita untuk lebih mudah mengenalnya.
Jika hati belum bisa kita didik dan masih sering protes serta mudah tersulut dengan apapun kekurangan pasangan kita, maka belajarlah untuk bersyukur lebih dalam, dan dalam lagi. Sudah selayaknya kita bercermin dengan melihat begitu banyak saudara kita yang belum dapat menikmati indahnya perkawinan. Masih banyak dari mereka yang masih harus melakoni ujian dalam hal belum datangnya jodoh. Sedangkan kita disini sudah dianugrahkan pasangan hidup kita dan tinggal menjaga serta merawatnya. Lantas mengapa kita masih bersikap yang tidak mencerminkan kesyukuran dan terimakasih kepada Allah?

Sebuah pernikahan banyak mengandung pelajaran. Namun hal ini hanya berlaku bagi pribadi yang mau belajar. Memang tidak mudah, dan tidak sesederhana yang kita pikirkan. Lalu mengapa kita harus menambah lagi dengan melibatkan hal yang bernama konflik yang semakin membuat repotnya suasana? Bukankah menyatukan dua kepala untuk sama-sama selalu dalam satu misi dan visi hidup saja sudah menyita banyak waktu?. Apalagi dia adalah jodoh kita, dimana kita akan menua bersama, menghabiskan sisa umur kita, dan berbagi aib serta menyimpan rahasia hanya untuk berdua. Lantas bagaimana mungkin kita bisa saling menguliti kekurangan masing-masing dan bukan malah bekerjasama memperbaikinya?

Dan yang terakhir...menikah, sejatinya adalah sebuah anugrah bagi kita. Maka jika konflik atau ganjalan tentang jodoh kita itu datang, make it simple saja... Ingatlah tentang awal niat kita menikah yang hanya untuk beribadah kepada Allah. ingatkan juga pasangan kita bahwa pernikahan adalah ladang amal bagi kita untuk meraih surga. Ketika pikiran sehat itu kompak dibentuk oleh kita dan pasangan, maka inshaAllah akan selalu ada kebersamaan dan kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangga kita.

Sabtu, 26 Januari 2013

Dasyatnya Cinta

CINTA MEMANG KEKUATAN YANG PALING DASYAT DIDUNIA INI. BAHKAN PERANG DASYAT YANG TERJADI DI KOTA ALEPPO, SURIAH, TAK BISA MEMADAMKAN CINTA ANTAR ANAK MANUSIA.

Yusuf dan Ghada dua warga Kota Allepo, Suriah saling kenal di dunia maya yaitu melalui Facebook, dan sepakat berencana menikah, tetapi sayangny akibat konflik bersenjata yang berkepanjangan di Suriah, maka tak satupun pengadilan Agama di Allepo yang beroperasi, alhasil keduanya menikah dihadapan seorang komandan pejuang Suriah dan disaksikan pasuka pejuang Suriah. Suara tembakan AK - 47 membahana di sekitar lokasi pernikahan, Yusuf yang juga merupakan pejuang Suriah berumur 26 tahun sedangkan Ghada berumur 33 tahun.

Sayangnya keluarga Ghada tak satupun yang yang hadir, termasuk kedua orang tuanya, keluarga Ghada termasuk orang tua Ghada adalah pendukung Rezim Assad, penguasa Suriah, sedangkan Yusuf adalah pejuang Suriah yang dicap sebagai pembrontak oleh Rezim Assad. Tetapi kekuatan cinta mengalahkan rasa was-was dan ancaman penangkapan bahkan pembunuhan dari Rezim Bashar al Assad, walau kedua nya berada dalam satu kota, tetapi keduanya dipisahkan oleh antara kawasan yang pro Rezim dan anti Rezim, Yusuf pun tak berani datang ke tempat Ghada, kareana jelas tentara rezim Assad pasti membunuhnya, demikian pula Ghada, sangat berbahaya bila ketempat Yusuf, jadi keduanya komuniasi hanya melalui internet dan telepon. Tetapi itulah kedsyatan cinta, dapat mengalahkan rasa takut akan desingan peluru, ledakan roket......kini keduanya bersama merajut asa...di bumi Suriah yang terkoyak-koyak dan tak tahu kapan perang itu berhenti. Teruslah berjuang saudaraku...para mujahid...hancurkan rezim Assad, kami disini hanya bisa membantu dengan doa.Amin


Jumat, 25 Januari 2013

Perkembangan Bahasa Jawa


                                             SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA JAWA
                                                  DAN TANTANGANNYA DI MASA KINI







                                                                 OLEH : HERU WIRANTO
                                                                       NIM : 121312059

                                                         UNIVERSITAS WIDYA MATARAM
                                                   FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
                                            PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
                                                                          TAHUN 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita masih diberikan kesehatan, kesempatan dan kekuatan sehingga kami mampu untuk menyelesaikan penulisan Makalah yang berjudul Sejarah Perkembangan Bahasa Jawa Dan Tantangannya di Masa Kini dalam mata kuliah  Filsafat Budaya Mataram .
Makalah  ini juga merupakan tugas   Ujian Mid Semester. Karena keterbatasan literatur maka masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penyusunan makalah ini sehingga masukan dari Dosen Pembimbing  sangat kami harapkan untuk peningkatan wawasan intelektual. Sengaja kami mengambil judul diatas karena ketertarikan kami atas Sejarah Perkembangan Bahasa Jawa khusunya pada era Dinasti Mataram, disamping hal tersebut kami juga terusik dan prihatin atas perkembangan Bahasa Jawa pada masa sekarang.
Sekarang banyak generasi muda yang sudah tidak menghargai Bahasa Jawa, seolah jika mereka masih menggunakan Bahasa Jawa sudah dianggap kuno atau Jadul ( jaman dulu ). Padahal kalau ditelusuri Bahasa Jawa bukan sekedar bahasa verbal pergaulan, tetapi didalamnya banyak mengandung falsafah-falsafah, ajaran-ajaran budi luhur serta adab yang sangat  luhur. Semoga dengan makalah ini dapat menumbuhkan kembali semangat untuk nguri-uri atau melestarikan Bahasa Jawa terutama bagi pembaca makalah ini khusunya bagi kami.


Yogyakarta, 2 November 2012
Heru Wiranto



BAB I
PENDAHULUAN

Dalam sejarah  Mataram kita mencatat Sultan Agung ( 1613-1646 ) sebagai sultan terbesar dari kerajaan itu. Pada masanya kita menyaksikan puncak kejayaan kerajaan Mataram yang terlihat dari segi politik, dengan luas wilayah dan besarnya kekuasaan raja. Dalam Kebudayaan dengan kemampuan mengembangkan perpaduan antara kebudayaan Jawa dan kebudayaan luar, ini tercermin dari perkembangan seni tari Jawa, serta berkembangnya bahasa jawa. Perkembangan bahasa jawa dengan tatarannya ngoko-krama ( tingkat rendah atau kasar , tingkat tinggi  atau halus ) juga digunakan Sultan Agung untuk konsulidasi yang bercorak cultural yang secara langsung bertujuan sebagai alat pembangunan politik.
Menurut penelitian para sejarawan, bahasa Jawa sudah ada sebelum Kerajaan Mataram berdiri, bahkan diperkirakan telah ada dan berkembang pada tahun 1400. Terbukti pada Prasasti-prasasti yang ditemukan oleh para arkeolog ( pada masa Kerajaan Majapahit, Singosari dll ). Menarik untuk dibahas, apakah bahasa jawa pada masa tahun1400 tersebut sama dengan masa Kerajaan Mataram, ternyata pada masa tersebut bahasa jawa yang digunakan sedikit berbeda, walaupun ada kesamaan dengan masa Mataram, dan para sejarahwan menamai Bahasa Jawa Kuno.
 Perbedaan yang nyata antara Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Jawa masa Sultan Agung adalah adanya Tataran Ngoko – Kromo, Sultan Agung telah menciptakan inovasi bahasa jawa kuno, menjadi bahasa jawa versi Sultan Agung, dan ternyata Bahasa Jawa hasil Cipta, Rasa, Karsa dan Karya Sultan Agung tersebut sampai kini masih lestari. Kini tugas kita sebagai generasi penerus yang lahir di bumi Mataram ini yang wajib melestarikan, menjaga, serta mengimplementasikan dalam pergaulan dan kehidupan kita sehari-hari, jangan sampai bahasa jawa warisan leluhur kita hilang tertelan jaman.

BAB II
LATAR BELAKANG

Suatu istilah mengatakan bahwa bahasa adalah busana bangsa. Dalam bahasa yang sederhana dapat dikatakan bahwa bahasa mencerminkan masyarakat yang memakai bahasa itu. Oleh karena itu dapat dikatakan juga bahwa perkembangan masyarakat, yang ditandai oleh terjadinya perubahan – perubahan sosial, mempengaruhi perkembangan bahasa.
Ambil contoh pda zaman penjajahan Belanda. Orang yang ingin dihormati harus dapat berbahasa Belanda. Sebaliknya bahasa Belanda  Menjadi bahasa resmi. Bagaimana pada zaman pendudukan Jepang? Hampir sama, orang Indonesia mempelajari bahasa Jepang, karena bahasa Jepang adalah bahasa resmi, bahkan orang Indonesia mempelajari tulisan Jepang juga.
Bagaimana halnya dengan kasus perkembangan bahasa Jawa ? Seperti sudah disebut di bagian depan, sebelum tahun 1600, lebih tegas lagi  sebelum tahun 1500, bahasa Jawa tidak mengenal unggah-ungguhing basa. Perkembangan baru terjadi pada  tahun1600, setelah melalui masa persiapan atau peralihan dalam abad XVI. Perkembangan bahasa Jawa sesudah tahun 1600 yang mengenal tataran ngoko-krama itu pasti ada latar belakangnya, pasti ada factor-faktor yang membuat terjadinya perkembangan yang demikian itu. Persoalan tentulah apa latar belakangnya munculnya unggah-ungguhing basa ? Kalau itu perubahan social, perubahan sosila yang bagaimana itu?
Seperti kita ketahui bahwa masyarakat Jawa Kuna, sangat terpengaruh oleh kebudayaan Hindu, termasuk bahasanya. Pada saat itu bahasa Jawa yang digunakan belum mengenal tataran ngoko-krama, percakapan pada saat itu, hanya menggunakan satu bahasa yang sama. Walau sebenarnya pada masa Jawa Kuno tersebut masih dijumpai kata-kata penghormatan, dan biasanyan digunakan untuk menghargai orang yang lebih tinggi status sosialnya. Bahasa Jawa Kuno terus berkembang seiring pula perkembangan zaman. Yang menarik adalah setelah Sultan Agung merevolusi Bahasa Jawa Kuno dan berkembang terus hingga masa penjajahan dan masa  kemerdekaan hingga kini, Bahasa Jawa mengalami perkembangan yang fluktuatif,  dan akhirnya kini perkembangan Bahasa Jawa pada taraf yang memprihatinkan. Seolah sekarang Bahasa Jawa kembali menjadi Bahasa Jawa Kuno yang tanpa menggunakan unggah-ungguh.


BAB III
PEMBAHASAN

1.    Perkembangan Bahasa Jawa Dinasti Mataram dan Setelah Dinasti Mataram

Dalam abad XVI  perkembangan kerajaan Islam di Jawa mulai nampak, seperti Demak dan Pajang, akan tetapi kerajaan tersebut tidak bertahan lama, kemudian status mereka pada abad XVII berubah menjadi Kabupaten dibawah kuasa Mataram. Oleh karena itu Pajang dan Demak tidak banyak meninggalkan banyak sumbangan dalam perkembangan budaya, khususnya yang berupa karya sastra. Tidak juga kita temukan kebudayaan kraton ataupun babad, karena itu kita tidak menemukan zaman kesusastraan Demak atau Pajang, meskipun ada zaman kesusastraan Islam. Walaupun demikian bukanlah berarti kita dapat menyimpulkan bahwa pada zaman Demak atau Pajang tidak ada kebudayaan kraton. Kebudayaan Demak dan Panjang lebih dulu maju daripada Mataram, karena pada waktu itu Demak dan Panjang, keadaan Mataram masih berwujud hutan. Barulah setelah setelah dibuka oleh Ki Ageng Pemanahaan, Mataram berkembang menjadi Negara. Oleh karena itu pada awal  pengembangan Mataram, Demak menjadi modelnya. Kemudian mengembangkam kebudayaan sesuai dengan kepentingan Politik Mataram. Sedangkan dalam masa Demak dan Panjang kita tidak mengetahui, kedua kerajaan ini memanfaatkan satra dan bahasa untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Hal ini berbeda sekali dengan Mataram, ada beberapa sarjana telah menunjukan bahwa sastra babad telah dipakai oleh Mataram untuk maksud-maksud legitimasi. Misalnya  Supomo Surjohudojo, menerangkan bahwa satra babad ditulis untuk melayakkan dan berhakkan kedudukan Raja yang memerintah.
Disamping itu hal yang menarik untuk dicatat ialah, masa perkembangan sastra babad yang bersamaan waktunya dengan berkembangnya unggah-ungguhing basa. Menurut pengertian Berg, Supomo Surjohudojo dan A.H. Johns, menjadi suatu kebetulan bahwa unggah-unggahing basa pun merupakan alat politik. Dalam hal ini pasti besarlah peranan para pujangga kraton sebagai penulis babad. Sebagai pengarang, pujangga kraton tidak hanya memanfaatkan karya sastra yang ditulisnya untuk memuliakan raja yang memerintah dalam bahasa yang biasa dipakai untuk umum ( karena tidak mengenal tataran basa ), tetapi dapat juga memuliakan raja dengan bahasa yang khusus bagi kalangan atas.
Jadi para pujangga kraton pada zaman Mataram bertugas menulis babad, tidak hanya menggunakan kata-kata penghormatan untuk mereka yang termasuk kalangan atas, akan tetapi mengunakan bahasa yang khusus untuk kalangan atas.
Penggunaan kata-kata Jawa kuno atau asing, supaya meninggikan prestise pujangga, ikut membantu pengembangan ngoko-krama juga, karena kata-kata Jawa Baru yang dipakai sehari-hari oleh dan untuk semua orang dipandang tidak atau kurang hormat untuk mereka yang dari kalangan atas. Banyak sarjana meneliti dan berkesimpulan bahwa perkembangan babad berkisar pada abad XVII, Sultan Agung sebagai penguasa pada saat itu telah menjadikan babad berkembang. Raja Mataram terbesar itu telah berhasil menjadikan bahasa dan budaya sebagai alat mencapai kejayaan politiknya.
Karena itu Sultan Agung mengembangkan sejumlah besar unsur baru dalam kebudayaan. Diantara unsur-unsur budaya yang dikembangkan adalah pembuatan tarih baru, yaitu tarih Jawa, pembaharuan perayaan Garebeg, penabuhan Gamelan Sekaten, penciptaan tradisi kraton yang baru, dan yang lebih penting bagi kita, adalah perkembangngan sastra dan bahasa. Sultan Agung sangat mempunyai ketertarikan khusus pada dunia sastra dan bahasa, ini bisa dibuktikan bahwa Sultan agung memerintahkan penulisan Babad Tanah Djawi.
Setelah Sultan Agung wafat perkembangan bahasa Jawa terus berkembang, dan mulai redup perkembangannya setelah kolonial Belanda memecah belah Mataram menjadi dua pada tahun 1755, mulai Perjanjian Gianti yang memecah Mataram menjadi Kerajaan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Sejak balatentara Sultan Agung dipukul VOC di Batavia tahun 1629, lambat laun VOC atau Kolonial Belanda Menguasai Mataram, ditambah lagi pemberontak-pemberotakan yang merong-rong Mataram dengan bantuan Kolonial Belanda. Pada jaman penjajahan Belanda, peperangan relatif tidak ada karena para penguasa Jawa telah mengakui kedaulatan Belanda atas mereka dan Belanda menjamin keberlanjutan tahta mereka. Boleh dikatakan, kekuasaan politik raja-raja Jawa menjadi hilang, tetapi kekuasaan budaya mereka justru semakin kuat. Dengan tidak adanya kewibawaan politik, kewibawaan dibangun melalui jalur budaya. Inilah, misalnya, yang dilakukan oleh Pakubuwono X (Lihat Kuntowijoyo, 2004). Pakubuwono semakin mengembangkan simbol-simbol dan memelihara mitos-mitos, misalnya tentang grebeg mulud, penyucian jimat-jimat keraton yang keramat, dll. (36-37).

Di antara simbol-simbol dan mitos-mitos tersebut, tentu saja adalah wayang kulit. Wayang kulit dijadikan seni “adi luhung” karena dari situlah pranata masyarakat Jawa dibangun, melalui cerita dan bahasa.
Sejak masa pra-kolonial, lebih dari sekedar alat komunikasi, bahasa Jawa sudah menjadi bagian dari ritual kepercayaan, kenegaraan, dan kebudayaan. Namun di masa kolonial sekali pun, bahasa Jawa masih merupakan bagian dari ritual-ritual yang sama, meski pun oleh sebuah tatanan masyarakat yang terjajah. Jadi peranan bahasa pada masa Kolonial Belanda  hanya sebagai simbol-simbol kekuasaan raja, sedangkan kekuasaan politik raja-raja terbelenggu oleh Kolonial Belanda.

2.    Tantangan Bahasa Jawa di masa kini

Pada dasarnya posisi bahasa Jawa sebagai bahasa yang mencerminkan feodalisme Jawa semakin diperuncing dan dipertahankan oleh sistem Kolonial Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda memahami bahwa model kuasa dan jaringan sosial Jawa masih mempergunakan simbol-simbol kebahasan sebagai medium komunikasi searah dari atas ke bawah. Penguasa baru tersebut hanya sekedar meneruskan apa yang sudah terjadi. Demi kebutuhan rust en orde yang senantiasa menjadi ideologi tindakan penguasa Belanda, maka Pemerintah Kolonial Belanda mempertajam kembali relasi penguasa kraton dan bangsawan di satu sisi dengan rakyat sebagai bawahan di sisi yang lainnya.
Terdapat suatu perkembangan menarik pada masa pergerakan nasional. Bahasa Jawa yang semula menjadi bahasa terpenting pada pergaulan sosial dan intelek di kalangan pelajar pribumi, pada akhirnya harus menepikan egoisme sendiri. Bahasa Jawa sedikit dan perlahan mulai tidak dipergunakan sebagai sarana komunikasi organisasi pergerakan nasional. Proses kesadaran berbangsa dan semangat persatuan yang mulai menggejala pada awal abad 20 sebagai konsekuensi kebijakan politik etis akhirnya memakan tumbal bagi pemerintah Kolonial Belanda sendiri. Generasi muda sebagai hasil politik etis memberikan kontraproduktif bagi maksud ekonomi dan politis Belanda. Anak muda masa kini mulai memunculkan semangat nasionalisme berkat wawasan dan pengetahuan yang ditransformasikan melalui sistem pendidikan kolonial.


Di sisi lain, lahirnya kesadaran masa lalu sebagai bangsa yang pernah memiliki kejayaan yang terwujud melalui kebesaran kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memupuk kelahiran jaman baru. Para pemuda menyusun kekuatan untuk melawan keberadaan penguasa asing yang dianggapnya kurang memberikan persamaan hak bagi rakyat yang dijajahnya. Bentuk perlawanan tidak lagi mempergunakan kekuatan fisik dan senjata. Organisasi-organisasi sosial politik mulai berdiri bak jamur di musim penghujan. Pada awalnya adalah Budi Utomo, lalu disusul oleh Indische Partij, Syarikat Islam, Perhimpunan Indonesia, PKI, PNI, Muhammadiyah, GAPI, dan sebagainya yang menyoal kesadaran nasionalisme. Puncak dari gerakan para pemuda adalah Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, di mana meneguhkan tentang eksistensi bangsa, tanah air, dan berbahasa Indonesia.  Konsekuensinya adalah hilangnya semangat kedaerahan dan penggunaan bahasa Jawa dalam forum organisasi. 
Pada masa pendudukan Jepang, posisi bahasa Jawa masih tetap sama dengan masa Kolonial Belanda. Kebijakan pendudukan Jepang justru memperbolehkan penggunaan bahasa Indonesia yang harus berdampingan dengan bahasa Jepang sendiri. Dalam rapat-rapat resmi, Jepang memperbolehkan para elit politik seperti Soekarno, Hatta, Radjiman, Ahmad Subarjo, dan lainnya memakai bahasa Indonesia dalam kegiatan politiknya yang tentu saja dengan pengawasan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, hanya bahasa Indonesia yang menjadi sarana komunikasi resmi dan formal. Bahasa Indonesia semakin menggeser posisi bahasa lokal di masing-masing daerah karena semangat kenasionalan yang sengaja ditumbuhkan untuk merangkaikan perbedaan budaya, suku bangsa, ras, dan bahasa yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia ini.
Bahasa Jawa menempati posisi kedua di wilayah pengguna bahasa Jawa sendiri. Namun, pada masyarakat pedesaan dalam lingkup pergaulan dan resmi masih tetap dipergunakan bahasa Jawa dengan ragam ngoko alus yang egaliter ataupun kromo lugu yang tidak terlalu berbelit dan sulit pemakaiannya. Apalagi pada masyarakat perkotaan dan pesisiran, bahasa Jawa ngoko kasar dan alus tetap dipergunakan dengan memandang usia dan bentuk pergaulannya.
Pada awal kemerdekaan memang masyarakat Jawa sendiri mempunyai kebanggaan jika menggunakan bahasa Indonesia. Maklum saja bahwa situasi pasca kemerdekaan menuntut hadirnya semangat kebangsaan yang besar. Semangat itu dapat dikembangkan kembali ketika masyarakat Jawa memakai bahasa baru yang memberikan kesadaran berbangsa.

Di samping itu, aspek pendidikan pada pemerintahan yang baru mempunyai kebijakan yang secara politis merugikan kepentingan perkembangan bahasa Jawa. Mengapa? Hal ini bisa kita lihat bahwa selama Masa Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, dan Orde Baru, bahasa Jawa tidak memberikan ruang pengembangan bahasa Jawa yang sepadan dengan ilmu lain dari tingkat dasar sampai lanjut. Kurikulum Sekolah Menengah Atas tidak mengijinkan bahasa Jawa diajarkan pada anak didik. Pada level perguruan tinggi, bahasa Jawa sama sekali tidak mendapatkan tempat. Bahasa Jawa dianggap sebagai selingan budaya yang diberikan pada kegiatan ekstrakurikuler mendampingi seni tari, karawitan, gamelan, dan pranata cara semata tanpa berusaha mengeksplorasi aspek keilmuan yang substantif.
Sekolah Menengah Atas pun pada praktiknya lebih nyaman ketika memberikan tambahan pelajaran asing seperti Perancis, Jerman, Jepang, dan Arab daripada bahasa Jawa yang dianggapnya kurang adaptif terhadap perkembangan jaman. Berdasarkan data Unesco bahwa setiap tahun terdapat 10 bahasa ibu yang mengalami fosilisasi, maka kita turut mengelus dada. Bahasa ibu di dunia ini secara cepat mengalami kepunahan yang disebabkan pengaruh globalisasi dan kapitalisme. Bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa ibu yang terbesar di nusantara sedikit banyak tergeser pada kepentingan globalisasi dan kapitalisme tersebut. Cepat atau lambat bahasa Jawa akan masuk dalam ranah masa lampau yang mungkin tak akan dilirik lagi oleh masyarakat pendukungnya.
Bahasa Jawa mau tidak mau tenggelam dalam ketidakpekaan terhadap semangat perubahan yang melanda negara-negara dunia ketiga. Masyarakat pendukung kebudayaan Jawa yang seharusnya memakai bahasa ini sebagai medium berekspresi justru bersemangat untuk meninggalkannya. Orang Jawa yang berasal dari kalangan terdidik dan menempati kelas menengah masyarakat Indonesia lebih condong mempergunakan bahasa Inggris dan Indonesia. Mereka membiasakan anak-anak mereka dengan bahasa Inggris dan Indonesia yang lebih fleksibel, prestise, dan sesuai dengan spirit kemajuan.
Inilah realita sekarang bahasa Jawa seolah menunggu waktu untuk punah, butuh sebuah perjuangan yang berat untuk tetap bisa menjaga keberadaan dan kelestarian bahasa Jawa. Pemerintah dan masyarakat harus saling bahu-membahu untuk menjaga kelestarian bahasa Jawa. Memang kita tidak boleh saling menyalahkan, sebagai orang Jawa minimal kita secara pribadi, harus mau melestarikan dan menggunakan bahasa Jawa.

BAB IV
PENUTUP

I.    KESIMPULAN
Setelah melihat kenyataan sekarang , kita mungkin pesimis dengan gerusan bahasa asing dan budaya luar yang bertubi memasuki kancah lalu lintas komunikasi lokal dan apalagi nasional. Bahasa  Jawa mau tidak mau akan mengalami nasib yang sama dengan suku-suku lain yang ada di dunia ketika masyarakat pendukung budayanya mulai meninggalkan bahasa ini begitu saja. Dalam rentang historis, bahasa Jawa mengalami proses dinamikanisasi. Artinya ada saatnya bahasa Jawa menjadi sesuatu yang mutlak dan dibutuhkan untuk sarana legitimasi sosial politik, namun di sisi lain ada saatnya bahasa Jawa mengalami keruntuhan karena sudah dianggap tidak sesuai dengan perkembangan globalisasi.
Untuk itu mengembalikan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan dan tetap eksis mutlak dibutuhkan perjuangan yang amat berat, perlu semua elemen bangsa untuk melakukannya agar bahasa Jawa tidak mengalami fosilisasi dan dapat kembali dipergunakan sebagai bahasa pergaulan dan komunikasi umumnya pada lingkup yang terbatas.
Banyak cara dan strategi untuk tetap bisa menjadikan bahasa Jawa tidak mengalami kepunahan, strategi tersebut antara lain :
1.    Ajarkan bahasa Jawa tentu dengan unggah-ungguhnya dari diri kita dan keluarga kita.
2.    Batasi penggunaan bahasa Indonesia/Inggris pada lingkup keluarga kita.
3.    Pemerintah harus memberikan porsi mata pelajaran Bahasa Jawa yang seimbang dengan pelajaran yang lain sekolah-sekolah dari tingkat TK, SD, SMP dan SLTA.
4.    Di tingkat Perguruan tinggi, Dikti atau Kopertis menganjurkan kepada Universitas-universitas untuk membuka Fakultas/Prodi Bahasa Jawa, sehingga ke depan SDM Intelektual bahasa Jawa tetap masih ada.

Sebenarnya masih banyak strategi-strategi untuk bisa menjadikan bahasa Jawa tetap lestari, kita bisa mengambil contoh Negara Jepang, Bahasa dan budaya Jepang disana sangat dijunjung tinggi, sehingga walaupun Negara Jepang sebuah Negara maju dengan peradaban yang modern, akan tetapi tidak akan lupa akan budaya dan bahasa mereka.


DAFTAR PUSTAKA
  • Bahasa & Kekuasaan.......Latif, Yudi &Ibrahim ( Mizan )
  • Sejarah Nasional Indonesia IV.......Nugroho Notosusanto ( Balai Pustaka )
  • Konsep Kekuasaan Jawa........Drs. G.Moedjanto ( Kanisius )







Rabu, 23 Januari 2013

Pengangguran Terdidik

ANALISIS PENGANGGURAN TERDIDIK
Oleh : Heru Wiranto
NIM : 121312059

Pengangguran Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasannya dari kelompok masyarakat menengah ke atas, yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan Masalah kependidikan di negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan Kurangnya lapangan pekerjaan yang akan berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan  melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan, adalah teraihnya lapangan kerja yang diharapkan. Atau setidak-tidaknya, setelah lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi" yang lebih tinggi di banding sektor informal. Dengan meningkatnya pengangguran terdidik menjadi sinyal yang cukup mengganggu bagi perencana pendidikan di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya di Indonesia. Sebenarnya gelar sarjana tak otomatis memuluskan jalan meraih pekerjaan. Data yang dimiliki Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) membuktikan hal itu. Paling tidak, hampir sejuta lulusan dari sekitar 2.900 perguruan tinggi di Indonesia dan berasal dari berbagai disiplin ilmu, pada 2009 ini, masih belum memiliki pekerjaan alias menganggur. Tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana ini tak lepas dari rendahnya keterampilan di luar kompetensi utama mereka sebagai sarjana.

Penyebab utama pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jurusan mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan yang ada. Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja, bukan pencipta kerja. Padahal, untuk menjadi seorang lulusan yang siap kerja, mereka perlu tambahan keterampilan di luar bidang akademik yang mereka kuasai. Disisi lain para pengangguran terdidik lebih memilih pekerjaan yang formal dan mereka maunya bekerja di tempat yang langsung menempatkan mereka di posisi yang enak, dapat banyak fasilitas, dan maunya langsung dapat gaji besar.Padahal dewasa ini lapangan kerja di sektor formal mengalami penurunan,hal itu disebabkan melemahnya kinerja sektor riil dan daya saing Indonesia, yang menyebabkan melemahnya sektor industri dan produksi manufaktur yang berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing Indonesia secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk tenaga kerja terdidik, yang mengakibatkan  meningkatnya jumlah pengangguran terdidik. Dengan kata lain, persoalan pengangguran terdidik muncul karena adanya informalisasi pasar kerja. Sebenarnya Sektor pertanian, kelautan, perkebunan, dan perikanan adalah contoh bidang-bidang yang masih membutuhkan tenaga ahli. Namun para sarjana tak mau bekerja di tempat-tempat seperti itu dan mereka umumnya juga tidak mau memulai karier dari bawah. Budaya malas juga disinyalir sebagai penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.
  1. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya pengangguran terdidik adalah sebagai berikut:Ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau masalah keahlian khusus.
  2. Semakin terdidik seseorang, semakin besar harapannya pada jenis pekerjaan yang aman. Golongan ini menilai tinggi pekerjaan yang stabil daripada pekerjaan yang beresiko tinggi sehingga lebih suka bekerja pada perusahaan yang lebih besar daripada membuka usaha sendiri. Hal ini diperkuat oleh hasil studi Clignet (1980), yang menemukan gejala meningkatnya pengangguran terdidik di Indonesia, antara lain disebabkan adanya keinginan memilih pekerjaan yang aman dari resiko. Dengan demikian angkatan kerja terdidik lebih suka memilih menganggur daripada mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
  3. Terbatasnya daya serap tenaga kerja di sektor formal (tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang jumlahnya relatif kecil).
  4. Belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Kemudian faktor gengsi juga menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih menganggur karena tidak sesuai dengan bidangnya.
  5. Budaya malas juga sebagai salah satu factor penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.

Valentine's Day menurut Islam




    
    


Oleh: Abu Khadijah Bin Agil

SEPERTI tahun-tahun sebelumnya, peringatan Valentine`s Day (V-Day) akan kembali banyak dirayakan oleh banyak remaja. Mall-mall dan pusat perbelanjaan tidak mau kalah start, turut bersolek menampilkan atribut dan dekorasi yang menandai datangnya “hari cinta” dengan menghadirkan aksesoris seperti bunga mawar merah, lambang love, bahkan memberikan potongan harga besar-besaran demi menyambutnya.
Dalam banyak catatan sejarah, V-Day merupakan warisan paganisme (Dewa-Dewi) zaman Romawi kuno. Mereka meyakini pertengahan bulan Februari merupakan bulan cinta dan kesuburan. Kepercayaan ini kemudian diwarnai oleh kaum Kristen Katolik Roma dengan nuansa Kristiani. Salah satu bentuk ‘akuisisi’ atas mitos paganisme ini adalah dengan mengganti nama anak-anak gadis mereka dengan nama Paus atau Pastor dan mendapat dukungan Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I.
Seiring berjalannya waktu, ketika Kaum Barat berhasil melakukan simbolisasi terhadap tokoh Valentino, ditunjang pula dengan penguasaan media dan informasi, sejak saat itu V-Day menyebar ke seluruh penjuru dunia. Ia menjadi ajang menyatakan “cinta dan kasih sayang” kepada pasangan. Kekuatan media dimanfaatkan betul untuk memborbardir massa tentang personalisasi Valentino sebagai tokoh yang layak dikenang sepanjang masa oleh siapa saja yang berjuang demi “cinta.”
Betulkah propaganda mereka tentang cinta itu? Tidak usah jauh-jauh, lihatlah ke sebelah Timur. Iraq porak-poranda akibat gempuran tentara Salibis, Muslimah-nya diperkosa oleh tentara-tentara hidung belang, orangtua dan anak-anak menjadi korban pembantain, ribuan lainnya terpaksa menjadi pengungsi di negeri sendiri.
Betulkah cinta yang mereka ekspor ke generasi ini? Lihatlah, angka perceraian yang tinggi, anak-anak menjadi rusak karena keluarga broken home, prostitusi yang merajelela bahkan dilegalkan oleh negara, aborsi, orangtua dititipkan dip anti jompo. Inikah cinta yang mereka pekikkan?
Bandingkan dengan titian cinta nabi kepada kita, umatnya. Di kala Thaif dan Uhud menjadi hari-hari terberat sang Nabi. Pengorbanannya bagi umat tiada berbanding. Teguh terhadap dakwah mewarnai hari-hari Rasul akhir zaman ini. Kecemasannya pada nasib umat selalu mengemuka. Ia adalah Rasul yang penuh cinta kepada umatnya. Cinta itu berbalas, generasi sahabat (generasi pertama) adalah generasi yang juga sangat mencintainya.
Sesungguhnya, V-Day tidak lain merupakan wajah buruk budaya Barat. Di satu sisi, mereka memasihkan kata cinta dengan bunga di tangan sebelah, tangan satunya menikam dan menjerumuskan ke dalam jurang kerusakan moral.
Betul, tidak semua hal yang bersumber dari Barat berakibat buruk. Namun, dalam hal perayaan hari Valentine’s ini jelas-jelas buruk dan merusak generasi muda.
Ada dua hal yang menandai keburukan hari ini.
Pertama, kaburnya sumber perayaan itu sehingga tidak laik umat Islam untuk ikut merayakannya.
Kedua, umumnya, perayaan Valentine’s dilakukan dengan pasangan alias kekasih atau pacar yang jelas ditentang dalam agama kita. Ketika telah bersinggungan dengan pacaran, tak pelak akan menyeret pada perbuatan yang tidak semestinya, gaul bebas, hubungan intim, dan sebagainya.
Setahun silam, berita memiriskan datang dari Kediri, Jawa Timur tahun lalu. Di kota tersebut dan mungkin di kota-kota lainnya, penjualan kondom mengalami peningkatan tajam menjelang tanggal 14 Februari. Kondom tersebut didistribusikan ke hotel-hotel sekitar untuk melayani permintaan dari penyewa kamar hotel.  Bagaimana dengan tahun sekarang ini?
Terjadinya kasus seperti di atas tak lain karena pemahaman remaja yang menyimpang dalam mengartikan hari kasih sayang. Anggapan sementara sebagian para remaja, hari kasih sayang adalah hari bercinta, bercumbu, memberikan seluruh raga kepada sang kekasih, meskipun belum ada ikatan suci yaitu pernikahan.
Ketika hari Valentine’s tiba, mereka meninggalkan orangtua mereka dengan pacar-pacar mereka, pergi ke tempat wisata atau sekedar pergi ke hotel-hotel kelas melati. Parahnya lagi, hotel pun sudah siap memfasilitasi perbuatan-perbuatan mesum mereka dengan menyediakan stok kondom yang mencukupi.
Sayangnya banyak para remaja kita yang justru mengimitasinya. Keikutsertaan ini tidak dibersamai tindakan reflektif yang mencerminkan akibat dan dampak dari apa yang mereka lakukan. Seakan, membuktikan cinta itu hanya ada di hari yang satu ini, bahwa ia mencintai setulus hati, dengan beragam tanda-tanda yang menyertainya sebagai penguat ungkapan cintanya. Tidak sedikit di antaranya, dari kata-kata menuju “tindakan” yang seharusnya baru dilakukan oleh pasangan yang telah sah menjadi suami-istri.
Padahal, Allah telah menjelaskan dalam al-Qur`an perihal para “pembebek” suatu perbuatan tanpa dasar ilmu.

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُول
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Israa [17]: 36).
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)  bersabda: “Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak, kamu tetap mengikuti mereka.” Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani?” Baginda bersabda: “Kalau bukan mereka, siapa lagi? (HR. Bukhari Muslim).
Lewat sabdanya, Nabi menunjukkan kekhawatiran yang sangat atas nasib generasi sepeninggalnya yang melepaskan atribut dan identitas keislamannya dengan mengikuti tradisi dan budaya yang bertentangan dengan Islam itu sendiri. Kebodohan menjadi penyebab utama di balik sikap mengekor budaya ‘orang lain’ tanpa menimbang dampaknya.
Tiga Dampak V-Day
Dalam Islam, konsep cinta telah diletakkan pada tempat yang semestinya, tidak menyimpang dari naluri manusia itu sendiri, juga selaras dengan titian ilahi sebagai nilai-nilai moralnya. Menjadi seorang muslim itu berbeda. Kita tidak butuh cinta semu berbalut nafsu atas nama maksiat. Kita butuh bukti bukan janji. Kita tidak butuh slogan-slogan cinta bila faktanya tak ada.
Cinta dan kasih sayang yang diobral, ibarat baju yang diobral seribu tiga. Cinta dan kasih sayang itu jadi murahan dan kehilangan nilai serta rasanya. Cinta dalam Islam diperlakukan dengan agung. Cara memperoleh pasangan juga sudah diatur sedemikian rupa agar tidak melanggar harkat dan martabat manusia sebagai manusia. Harga diri masing-masing individu juga dijaga, bukan untuk diobral yang dapat menimbulkan fitnah.
Sementara, Valentine`s Day akan memunculkan dan membentuk pola perilaku tercela.
Pertama, munculnya akhlak tasyabbuh yaitu akhlak yang meniru orang lain tanpa mengetahui ihwal dilakukannya hari V-Day tersebut. Dengan meniru dan merayakan praktek kasih sayang yang tidak benar itu, membuat keluhuran kasih sayang dalam Islam, perlahan tapi pasti, menjadi pudar, tak lagi populer, dan pada akhirnya dapat punah ditelan masa.
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah memagari umat dengan sabdanya, “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut.” (HR. Tirmidzi).
Kedua, dengan meniru orang lain menunjukkan ketidakberdayaan umat Islam yang pada gilirannya akan meninggalkan ciri-ciri ketinggian nilai Islam, menanggalkan identitas keislaman. Pada akhirnya, membuat umat Islam berperilaku mengikuti trend yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Dengan mengikuti V-Day, bukan saja mengikuti pesta untuk menyatakan kasih sayang namun juga mengikutsertakan seks bebas, fashion, pakaian minim, dansa dansi, dan mengumbar nafsu lainnya.
Ketiga, V-Day secara tidak langsung memberi keuntungan kepada pihak kapitalis dan menjadikan umat Islam sebagai konsumennya. Mereka yang membuat, memproduksi barang untuk kepentingan perayaan, sementara pembelinya adalah umat Islam.
Karenanya, sikap kita mestilah berbanding lurus dengan sikap yang mencerminkan jati diri seorang muslim. Perayaan hari kasih sayang atau V-Day tidak lebih sekedar upaya peringatan kematian seorang pendeta yang dipandang sebagai ‘martir’ cinta. Berbicara tentang cinta dan kasih sayang, Islam tidak kehabisan bahan untuk itu. Terlebih salah satu pondasi berdiri tegaknya ajaran Islam karena Rahmatan lil Alamin yang salah satunya memprioritaskan hak (cinta) kepada Allah dari yang lain.
Hanya saja, alih-alih menjajal cinta kepada Allah justru cinta kepada sesama manusia sering disalahtafsirkan dengan berpacaran, ber-kholwah (berdua-duaan) di tempat-tempat ramai atau sepi, melakukan hubungan biologis pra-nikah. Akibat dari peringatan V-Day ini lahirlah anak-anak tanpa bapak disertai merajalelanya aborsi.
V-Day adalah bencana budaya buat kita semua. Peringatan V-Day sudah waktunya kita eliminasi lalu kita jadikan sebagai monumen kecelakaan sejarah yang tidak perlu ditangisi apalagi diikuti. Peringatan ini, sekaligus untuk para orangtua yang memiliki anak remaja.*

Selasa, 22 Januari 2013

SENYUMLAH




Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...Menebar senyum pada orang di sekeliling Anda jangan dianggap remeh. Meskipun sederhana namun memberi manfaat kesehatan luar biasa. Bagaimana pun suasana hati Anda, tersenyum bisa memberikan rasa bahagia luar biasa.

Jika Anda ragu akan manfaat senyuman untuk kesehatan, ada baiknya Anda menyimak tujuh alasan penting mengapa seseorang harus tersenyum. Berikut alasannya seperti dikutip laman Shine:



1. Tersenyum menebarkan rona bahagia ...

Mencoba melemparkan senyum pada orang lain bukanlah sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Meskipun terkesan sepele namun memiliki banyak manfaat. Ketika Anda tersenyum pada orang lain dan mereka membalas, mencerminkan bahwa tersenyum bisa menjadi trik tubuh dan membuat Anda bahagia.

2. Tersenyum bisa mengusir stres ...

Saat stres, otot-otot rahang terasa kaku. Otot-otot rahang menempel pada otot leher yang ketika diperketat dapat menyebabkan sakit kepala. Tapi dengan tersenyum stres bisa berkurang karena mampu membantu meminimalkan garis kerutan
di dahi. Untuk itu, jangan ragu untuk tersenyum setiap hari.

3. Tersenyum meningkatkan sistem kekebalan tubuh ...

Ketika Anda tersenyum, tubuh Anda secara alami merasa rileks. Ketika Anda rileks, sistem kekebalan tubuh Anda dapat berfungsi secara optimal, membantu melawan pilek dan flu.

4. Tersenyum menurunkan tekanan darah ...

Tersenyum bisa menghilangkan ketegangan pikiran dan membuat otot-otot wajah rileks. Anda pun dapat menurunkan tekanan darah. Duduk dan menikmati pemandangan, hewan peliharaan atau bermain bersama anjing kesayangan atau melakukan sesuatu yang santai, tersenyumlah selama 5 menit dan Anda akan melihat perbedaan.

5. Tersenyum adalah obat alami penyembuh sakit ..

Tersenyum membantu tubuh melepaskan endorfin alami dan serotonin yang bekerja sama untuk membantu kita merasa lebih baik dan meminimalkan rasa sakit.

6. Tersenyum membuat Anda awet muda! ...

Tersenyum membantu melunakkan garis dan kerutan di dahi. Lupakan facelift dan metode kecantikan mahal lainnya. Cukup dengan sering melempar senyum sebagai obat mujarab mempertahankan keremajaan.

7. Tersenyum membuat Anda Tampil peraya diri & sukses ...

Orang yang tampak percaya diri lebih mungkin untuk dipromosikan naik jabatan dalam bisnis. Jadi menempatkan senyum di tempat kerja, bahkan dalam pertemuan proyek yang mungkin membuat Anda stres, dan lihat bagaimana orang lain merespon Anda.

Tersenyum bisa menularkan kebahagiaan, untuk itu jangan ragu untuk tersenyum, sudahkah anda senyum hari ini ? tapi jangan senyum-senyum sendiri di jalan ya....hehehe